BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tiada yang pantas kita haturkan selain puja dan puji selain
khdirat Allah SWT, yang memberikan kita beribu-ribu nikmat yang salah satunya
nikmat Iman dan Islam, dan semoga kita selalu mendapat limpahan nikmat dan hidayah-Nya.
Shalawat serta salam marilah kita haturkan kepad Nabi akhir zaman, Nabi penutup
para nabi, Nabi Muhammad SAW, yang membawa umatnya dari zaman jahiliyah menuju
zaman yang diridloi Allah SWT dan kita harapkan syafa’atnya di hari kiamat
nanti.
Dalam dunia pendidikan terdapat beberapa komponen yang
bertanggung jawab dalam pendidikan, dan antara satu komponen dengan komponen
yang lain saling berkaitan erat, komponen yang bertanggung jawab dalam
pendidikan terdiri dari Orang Tua, Mu’allim, dan Masyarakat.dan pada
makalah ini kami akan membahas tanggung jawab pendidikan dalam perspektif
Islam, dimana di dalam makalah ini diterangkan sejauh mana tanggung jawab Orang
Tua, Mu’allim atau Pendidik, dan Masyarakat yang dilihat dari Perspektif Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
Tanggung
Jawab Pendidikan Dalam Islam
A.
Orang Tua / Keluarga
1.
Hakikat Orang Tua Bagi Anak
Orang tua yaitu orang-orang yang bertanggung jawab atas
kelangsungan hidup anak.
Menurut
Hery Noor Aly orang tua adalah “ibu dan ayah dan masing-masing mempunyai
tanggung jawab yang sama dalam pendidikan anak”. Dalam hal ini Zakiyah Darajat
mengemukakan bahwa “orang tua adalah pembina pribadi utama dalam hidup anak”.
Sedangkan M. Syafaat Habib mengatakan bahwa “Orang tua
menempati tempat pertama dan orang tualah yang mula-mula memperkenalkan adanya
Tuhan kepada anaknya, kemudian mengajarkan shalat, puasa dan sebagainya”.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa peran
orang tua merupakan suatu kompleks pengharapan manusia terhadap caranya
individu harus bersikap sebagai orang yang mempunyai tanggung jawab dalam satu
keluarga, dalam hal ini khususnya peran terhadap anaknya dalam hal pendidikan,
keteladanan, kreatif sehingga timbul dalam diri anak semangat hidup dalam
pencapaian keselarasan hidup di dunia ini.
2.
Fungsi Orang Tua Terhadap Anak
Membicarakan fungsi orang tua terhadap anak tidak terlepas
dengan membicarakan keluarga. Keluarga dibentuk untuk reproduksi, keturunan,
ini merupakan tugas suci agama yang dibebankan kepada manusia-transmisi pertama
melalui fisik.
Keluarga adalah sebuah tatanan fitrah yang Allah
tetapkan bagii jenis manusia. Bahkan para Rasul dan Nabi Allah pun menjalani
hidup berkeluarga. Hal itu membuktikan bahwa keluarga adalah sebuah institusi
suci, mengandung hikmah dan memiliki misi Ilahiah secara abadi. Seperti
termaktub pada surat Al-A’raf ayat 189
Artinya:
“Dialah
yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya dia menciptakan
isterinya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya,
isterinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan.
Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya bermohon kepada Allah, Tuhannya
seraya berkata: “Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang saleh,
tentulah kami termasuk orang-orang yang bersyukur“.
Perjalanan keluarga selanjutnya
mengharuskan ia bertanggung jawab, dalam bentuk pemeliharaan yang harus
diselenggarakan demi kesejahteraan keluarga, anak-anakperlu pakaian yang baik,
kebersihan, permainan yang sehat, makanan yang bergizi.
Lebih jauh keluarga berjalan mengharuskan ia
menyelenggarakan sosialisasi, memberikan arah pendidikan, pengisian jiwa yang
baik dan bimbingan kejiwaan. Pewarisan nilai kemanusiaan, yang minimal
dikemudian hari dapat menciptakan manusia damai, anak shaleh yang suka
mendoakan orang tua secara teratur, yang mengembangkan kesejahteraan sosial dan
ekonomi umat manusia yang mampu menjaga dan melaksanakan hak azasi kemanusiaan
yang adil dan beradab dan yang mampu menjaga kualitas dan moralitas lingkungan
hidup.
Keluarga
memiliki tujuan dan fungsi utama dan suci sepanjang masa. Diantara tujuan dan
fungsinya itu adalah:
- Pemeliharaan dan kesinambungan
suku bangsa,
- Perlindungan moral,
- Stabilitas psiko-emosional
(cinta dan kebijakan)
- Sosialisasi dan orientasi
nilai,
- Keterjaminan sosial dan ekonomi
- Memperluas ikatan keluarga dan
membantuk kesatuan social dalam masyarakat, dan
- Dorongan untuk berusaha dan
berkorban.
3.
Peran Orang Tua Terhadap Anak
Secara
umum orang tua mempunyai tiga peranan terhadap anak:
- Merawat fisik anak, agar anak
tumbuh kembang dengan sehat,
- Proses sosialisasi anak, agar
anak belajar menyesuaikan diri terhadap lingkungannya (keluarga,
masyarakat, kebudayaan),
- Kesejahteraan psikologis dan
emosional dari anak.
Dalam kehidupan modern seperti sekarang ini terlihat adanya
orang tua yang terjadi begitu memperhatikan perannya masing-masing. dengan
meningkatnya pendidikan dan perkembangan iptek membuka luas kesempatan bagi
wanita untuk mendapatkan profesi seperti juga kaum lelaki. Sehingga banyak
terbukti istri/ibu yang bekerja penuh di luar rumah. Ini berpengaruh terhadap
peran-peran yang lain yang jelas bahwa jika peran dari salah seorang anggota
keluarga dalam hal ini ayah/ibu berubah, maka akan berubah pula peran dari masing-masing.
4. Kewajiban Orang Tua Dalam Mendidik Anak
Usia 0-6 Tahun
Setiap ada sesuatu hal yang dirasakan janggal pada diri anak
baik di rumah ataupun di sekolah, baik orang tua ataupun guru harus sesegera
mungkin untuk menanganinya dengan cara saling menginformasikan diantara orang
tua dan guru, mungkin lebih lanjutnya mendiskusikannya supaya bisa lebih cepat
tertangani masalah yang dihadapai oleh anak dan tidak berlarut-larut.
Usia
dini merupakan periode subur bagi perkembangan otak. Segala stimulasi akan
merangsang perkembangan otaknya. Bahkan setelah mengadakan penelitian terhadap
perkembangan anak, Dr. Manrique melihat nilai kecerdasan anak yang menerima
stimulasi hingga enam tahun, terus semakin mengalami peningkatan. Sehingga
semakin memperlebar kesenjangan kecerdasannya dibandingkan teman-teman
sebayanya. Oleh karena itu, untuk dapat berkembang secara optimal otak anak
perlu mendapatkan rangsangan dari lingkungannya.
Menurut
Irawati Istadi peran orang tua dalam proses belajar anak meliputi dua hal
yaitu:
- Melengkapi fasilitas
pendidikan;
Selain perabot rumah tangga, fasilitas rumah tangga yang
harus diprioritaskan adalah fasilitas penunjang pendidikan anak.
Fasilitas-fasilitas tersebut antara lain:
1)
Tempat belajar yang menyenangkan
2)
Media informasi
3)
Perpustakaan Keluarga
- Mengembangkan budaya ilmiyah
dalam keluarga
Setelah fasilitas tersedia, yang diperlukan berikutnya
adalah pembentukan budaya ilmiah dalam rumah. Maksudnya, pembentukan perilaku
dan pembiasaan dari anggota keluarga yang menunjang visi pendidikan. Beberapa
diantaranya adalah sebagai berikut:
1)
Budaya Islami
2)
Budaya Belajar
3)
Budaya Jam Baca
4)
Gairah Cerita
5)
Gairah Rasa Ingin Tahu.
5. Langkah-Langkah dalam Mendukung
Perkembangan Pendidikan Anak
Adapun beberapa langkah yang dapat dilakukan orang tua dalam
mendukung perkembangan belajar anak antara lain :
a.
Memahami Cara Belajar Anak .
b.
Memahami Fitrah Anak
c.
Pendekatan Metode
Abdullah Ulwan dalam bukunya Tarbiyah Al’ Aulad Fi
Al-Islam (Pendidikan anak dalam Islam) beliau merinci Pendidikan anak
sebagai barikut:
- Pendidikan Keimanan, antara
lain menanamkan Tauhid kepada Allah dan kecintaan kepada Rasulullah SAW,
mengajarkan hukum halal dan haram, membiasakan untuk beribadah sejak usia
7 tahun dan mendorog untuk suka membaca Al-Qur an.
- Pendidikan Akhlak, antara
lain dengan menanamkan kepada anak sifat-sifat terpuji serta
menghindari sifat-sifat tercela.
- Pendidikan Jasmani, antara lain
terdiri dengan memperhatika gizi anak, melatihnya berolahraga dan
mengajarka cara-cara hidup sehat.
- Pendidikan Intelektual, antara
lain mengajarkan Ilmu Pengetahuan dan member kesempatan untuk menuntut
ilmu seluas dan setinggi mungkin.
- Pendidikan Psikis, antara lain
menghilangkan gejala-gejala penakut, rendah diri, malu-malu, dan dengki
serta bersikap adil terhadap anak.
- Pendidikan Sosial menanamkan
pengahargaan dan etika (sopan/santun) terhadap orang lain, orang tua,
tetangga, guru, dan teman.
- Pendidikan Seksual, antara lain
membiasakan agar anak selalu meminta izi ketika memasuki kamar orang tua,
dan menghindarkan dari hal-hal yang berbau pornografi.
B.
Mu’allim ( Sekolah dan Guru )
Dalam konteks pendidikan Islam “pendidik” sering disebut
dengan murabbi, mu’allim, mu’addib, mudarris, dan mursyid. menurut peristilahan
yang dipakai dalam pendidikan dalam konteks Islam, Kelima istilah ini mempunyai
tempat tersendiri dan mempunyai tugas masing-masing.
Murabbi
adalah: orang yang mendidik dan
menyiapkan peserta didik agar mampu berkreasi serta mampu mengatur dan
memelihara hasil kreasinya untuk tidak menimbulkan malapetaka bagi dirinya,
masyarakat dan alam sekitarnya.
Mu’allim
adalah: orang yang menguasai ilmu
dan mampu mengembangkannya sertamenjelaskan fungsinya dalam kehidupan,
menjelaskan dimensi teoritis dan praktisnya, sekaligus melakukan transfer
ilmu pengetahuan, internalisasi serta implementasi.
Mu’addib
adalah: orang yang mampu menyiapkan
peserta didik untuk bertanggungjawab dalam membangun peradaban yang berkualitas
di masa depan.
Mudarris
adalah: orang yang memiliki kepekaan
intelektual dan informasi serta memperbaharui pengetahuan dan keahliannya
secara berkelanjutan, dan berusaha mencerdaskan peserta didiknya, memberantas
kebodohan mereka, serta melatih keterampilan sesuai dengan bakat , minat dan
kemampuannya.
Mursyid adalah: orang yang mampu menjadi
model atau sentral identifikasi diri atau menjadi pusat anutan, teladan
dan konsultan bagi peserta didiknya.
1.
Definisi Pendidik Dalam Pendidikan Islam
Sebagaimana teori Barat, pendidik dalam Islam adalah
orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didiknya
dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif
(rasa), kognitif (cipta), maupun psikomotorik (karsa).
Pendidik berarti juga orang dewasa yang bertanggung jawab
member pertolongan pada peserta didiknya dalam perkembangan jasmani dan
rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan memenuhi
tingkat kedewasaannya, mampu mandiri dalam memenuhi tugasnya sebagai hamba dan
khalifah Allah SWT. Dan mampu melaksanakan tugas sebagai makhluk social dan
sebagai makhluk individu yang mandiri.
Pendidik pertama dan utama adalah orangtua sendiri. Mereka
berdua yang bertanggung jawab penuh atas kemajuan perkembangan anak kandungnya,
karena sukses tidaknya anak sangat tergantung kepada pengasuhan, perhatian, dan
pendidikannya. Kesuksesan anak kandung merupakan cermin atas kusuksesan
orangtua juga. Firman Allah SWT.
“Peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka”. (QS. At-Tahrim: 6)
Pendidik disini adalah mereka yang memberikan pelajaran
peserta didik, yang memegang suatu mata pelajaran tertentu di sekolah. orangtua
sebagai pendidik pertama Dan utama terhadap anak-anaknya, tidak selamanya
memiliki waktu yang leluasa dalam mendidik anak-anaknya. Selain karena
kesibukan kerja, tingkat efektifitas dan efisiensi pendidikan tidak akan baik
jika pendidikan hanya dikelola secara alamiah. Oleh karena itu, anak lazimnya
dimasukkan ke dalam lembaga sekolah. Penyerahan peserta didik ke lembaga
sekolah bukan berarti melepaskan tanggung jawab orangtua sebagai pendidik yang
pertama dan utama, tetapi orangtua tetap mempunyai saham yang besar dalam
membina dan mendidik anak kandungnya.
2. Syarat Sah Pendidik Dalam Pendidikan Islam
Syaikh
Ahmad Ar Rifai mengungkapkan, bahwa seseorang bisa dianggap sah untuk dijadikan
sebagai pendidik dalam pendidikan Islam apabila memenuhi dua criteria berikut :
- Alim yaitu mengetahui betul
tentang segala ajaran dan syariahnya Nabi Muhammad Saw, sehingga ia akan
mampu mentransformasikan ilmu yang komprehenshiv tidak setengah-setengah.
- Adil riwayat yaitu tidak pernah
mengerjakan satupun dosa besar dan mengekalkan dosa kecil, seorang
pendidik tidak boleh fasik sebab pendidik tidak hanya bertugas
mentransformasikan ilmu kepada anak dididiknya namun juga pendidik harus
mampu menjadi contoh dan suri tauladan bagi seluruh peserta didiknya. Di
khawatirkan ketika seorang pendidik adalah orang fasik atau orang bodoh,
maka bukan hidayah yang diterima ank didik namun justru
pemahaman-pemahaman yang keliru yang berujung pada kesesatan.
3.
Kedudukan Pendidik Dalam Pendidikan Islam
Pendidik adalah spiritual father (bapak rohani), bagi
peserta didik yang memberikan santapan jiwa dengan ilmu, pembinaan akhlak
mulia, dan meluruskan perilakunya yang buruk. Oleh karena itu, pendidik
memiliki kedudukan tinggi. Dalam beberapa Hadits disebutkan: “Jadilah engkau
sebagai guru, atau pelajar atau pendengar atau pecinta, dan Janganlah engkau
menjadi orang yang kelima, sehingga engkau menjadi rusak”. Dalam Hadits Nabi
SAW yang lain: “Tinta seorang ilmuwan (yang menjadi guru) lebi berharga
ketimbang darah para syuhada”. Bahkan Islam menempatkan pendidik setingkat
dengan derajat seorang Rasul. Al-Syawki bersyair:
“Berdiri
dan hormatilah guru dan berilah penghargaan, seorang guru itu hampir saja
merupakan seorang Rasul”.
Al-Ghazali menukil beberapa Hadits Nabi tentang keutamaan
seorang pendidik. Ia berkesimpulan bahwa pendidik disebut sebagai
orang-orang besar yang aktivitasnya lebih baik daripada ibadah setahun
(perhatikan QS. At-Taubah:122).selanjutnya Al-Ghazali menukil dari perkataan
para ulama yang menyatakan bahwa pendidik merupakan pelita segala zaman, orang
yang hidup semasa dengannya akan memperoleh pancaran cahaya keilmiahannya.
Andaikata dunia tidak ada pendidik, niscaya manusia seperti binatang, sebab:
pendidikan adalah upaya mengeluarkan manusia dari sifat kebinatangan (baik
binatang buas maupun binatang jinak) kepada sifat insaniyah dan ilahiyah.
4.
Tugas Pendidik Dalam Pendidikan Islam
Menurut al-Ghazali, tugas pendidik yang utama adalah
menyempurnakan, membersihkan, menyucikan, serta membawakan hati manusia untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Karena tujuan pendidikan Islam yang utama
adalah upaya untuk mendekatkan diri kepada-Nya.
Dalam paradigma Jawa , pendidik diidentikan dengan (gu dan
ru) yang berarti “digugu dan ditiru”. Dikatakan digugu (dipercaya)
karena guru mempunyai seperangkat ilmu yang memadai, yang karenanya ia memiliki
wawasan dan pandangan yang luas dalam melihat kehidupan ini. Dikatakan ditiru
(di ikuti) karena guru mempunyai kepribadian yang utuh, yang karenanya segala
tindak tanduknya patut dijadikan panutan dan suri tauladan oleh peserta
didiknya.
Sesungguhnya seorang pendidik bukanlah bertugas memindahkan
atau mentrasfer ilmunya kepada orang lain atau kepada anak didiknya. Tetapi
pendidik juga bertanggungjawab atas pengelolaan, pengarah fasilitator dan
perencanaan. Oleh karena itu, fungsi dan tugas pendidik dalam pendidikan dapat
disimpulkan menjadi tiga bagian, yaitu:
- Sebagai instruksional
(pengajar), yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan
program yang telah disusun serta mengakhiri dengan pelaksanaan penilaian
setelah program dilakukan.
- Sebagai educator (pendidik),
yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan dan berkepribadian kamil
seiring dengan tujuan Allah SWT menciptakannya.
- Sebagai managerial (pemimpin),
yang memimpin, mengendalikan kepada diri sendiri, peserta didik dan
masyarakat yang terkait, terhadap berbagai masalah yang menyangkut upaya
pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan dan partisipasi
atas program pendidikan yang dilakukan.
Dalam
tugas itu, seorang pendidik dituntut untuk mempunyai seperangkat prinsip
keguruan. Prinsip keguruan itu dapat berupa:
- Kegairahan dan kesediaan untuk
mengajar seperti memerhatikan: kesediaan, kemampuan, pertumbuhan dan
perbedaan peserta didik.
- Membangkitkan gairah peserta
didik
- Menumbuhkan bakat dan sikap
peserta didik yang baik
- Mengatur proses belajar
mengajar yang baik
- Memerhatikan perubahan-perubahankecendrungan
yang mempengaruhi proses mengajar.
- Adanya hubungan manusiawi dalam
proses belajar mengajar.
C.
Masyarakat
Dalam perspektif Islam, peranan dan tanggung jawab
pendidikan oleh masyarakat juga merupakan sebuah keharusan. Masyarakat Islam
menjunjung nilai-nilai di antaranya adalah nilai ketuhanan, persaudaraan,
keadilan, amar ma`ruf nahi munkar, dan solidaritas. Sebagaimana dinyatakan
dalam Al Qur`an,
“Sesungguhnya
orang-orang mukmin itu bersaudara…”(QS. Al Hujurat 10).
Dari
ayat tersebut amat jelas bahwa Islam menjunjung nilai persaudaraan, dimana ada
unsur saling mengingatkan, memberi contoh, agar tercipta lingkungan madani.
Oleh karena itu, jelaslah bahwa Islam juga memandang bahwa sebuah masyarakat
yang dijiwai nilai-nilai Islam harus berperan dan bertanggung jawab dalam
penyelenggaraan pendidikan.
Masyarakat turut serta memikul tanggung jawab pendidikan
yang secara sederhana dapat diartikan sebagai kumpulan individu dan kelompok
yang diikat oleh kesatuan Negara, kebudayaan dan agama. Setiap masyarakat
mempunyai cita-cita,peraturan-peraturan dan system kekuasaan tertentu. Masyarakat
, besar pengaruhnya dalam memberi arah terhadap pendidikan anak, terutama para
pemimpin masyarakat atau peguasa yang ada didalamnya. Pemimimpin masyarakat
musilim tentu saja meghendaki agar setiap anak didik menjadi anggota yang taat
dan patuh menjalankan agamanya, baik dalam lingkungan keluarganya, anggota
sepermainannya, kelompok kelasnya dan sekolahnya. Bila anak telah besar
diharapkan menjadi anggota yang baik pula sebagai warga desa,kota, dan warga
Negara.
Dengan demikian, dipundak mereka (masyarakat) terpikul
keikitsertaan membimbing pertumbuhan dan perkembangan anak. Ini berarti bahwa
pemimpin dan penguasa dari masyarakat ikut bertanggung jawab terhadap
penyalenggaraan pendidikan. Sebab tanggung jawab pendidikan pada hakikatnya
merupakan tanggug jawab moral dari setiap orang dawasa baik segi perseorangan
maupun sebagai kelompok social. Tanggung jawab ini ditinjau dari segi ajara
islam, secara implicit mengandung pula tanggung jawab pendidikan.
D.
Pemerintah
bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, bangsa
Indonesiapun menunjukan kepeduliannya terhadap pendidikan. Hal itu terbukti
dengan menempatkan usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai tujuan
nasional bangsa Indonesia. Sebagaimana tertulis dalam pembukaan Undang-undang
Dasar 1945 yang berbunyi : “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu
pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban duniayang
berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu susunan negara republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada : Ketuhanan yang
maha esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.”
Dengan demikian maka tujuan pendidikan yang hendak
dicapaipun disesuaikan dengan kepentingan bangsa Indonesia, yang sekarang ini
tujuan pendidikan tersebut dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU sisdiknas) BAB II pasal 3 yang berbunyi
sebagai berikut : ”Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Arah Baru Kurikulum Pendidikan
Nasional
Disahkan dan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, oleh banyak kalangan dianggap sebagai
titik awal kebangkitan pendidikan nasional, termasuk pendidikan Islam di
dalamnya. Hal ini karena secara eksplisit UU tersebut menyebut peran dan
kedudukan pendidikan agama (Islam), baik sebagai proses maupun sebagai lembaga.
Setelah
berjalan beberapa tahun, nampaknya UU Sisdiknas itu pun sudah waktunya untuk
direvisi pada beberapa pasalnya.
Sebagaimana
dikutip Armai Arief, menggarisbawahi kaji ulang sistem pendidikan nasional
sebagai berikut :
a)
Perlunya dikembangkan dan dimantapkan sistem pendidikan nasional yang
dititikberatkan kepada pemberdayaan lembaga pendidikan, dengan cara memberikan
otonomi seluas-luasnya kepada lembaga sekolah.
b)
Perlunya pengembangan sistem pendidikan nasional yang terbuka bagi keragaman
budaya dan masyarakat dalam implementasinya.
c)
Program-program pendidikan nasional hendaknya dibatasi hanya pada upaya
tetapnya integritas bangsa.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
uraian diatas dapat kami ambil suatu kesimpulan, bahwa dalam hal tanggung jawab
pendidikan menurut Perspektif Islam, Orang Tua, Mua’allim dan Masyarakat
masing-masing mempunya peranan yang sangat penting dalam bertanggung jawab
dalam pendidikan, Pertama: dimulai dari orang tua, dimana orang tua
harus memberikan pendidikan diantaranya pendidikan Keimanan, Akhlak, Jasmani,
Intelektual, Psikis, Sosial, dan Seksual, pendidikan-pendidikan ini harus
diberikan agar bisa menjadi insan yang berkualitas, dan inilah salah satu
tanggung jawab orang tua dimana harus memberikan pendidikan-pendidikan,
terutama pendidikan moral/akhlak. Kedua: Mu’llim mempunyai juga tanggung
jawab dalam pendidikan diantaranya menjadi pengajar, pendidik, dan
pemimpin, seorang mua’llim harus menjadi seorang guru yang patut ditiru atau
dicontoh, karena seorang murid pasti akan meniru atau mencontoh mu’llimnya atau
gurunya. Sesungguhnya seorang pendidik bukan hanya bertugas memindahkan atau
mentrasfer ilmunya kepada orang lain atau kepada anak didiknya. Tetapi pendidik
juga bertanggungjawab atas pengelolaan, pengarah fasilitator dan perencanaan. Ketiga:
Dan yang terakhir Masyarakat, Masyarakat juga mempunyai tanggung jawab dalam
pendidikan diantaranya masyarakat menjadi pengontrol bagi kelangsungan
pendidikan dan dalam hal ini yang paling sentral yang mengontrol pendidikan
adalah pemimpin atau pemerintah, dimana harus memberikan arahan serta membantu
agar tercapainya tujuan pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Tafsir.
Ahmad, 2001, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja
Rosdakarya
Dradjat.
Zakiah.Dkk. 1992, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara
Noer
Aly. Hery, 1999, Ilmu Pendidikan Islam, Ciputat: Logos Wacan Ilmu
Subroto.
Suryo B, 1983, Beberapa Aspek Dasar Kependidikan, Jakarta: Bina Aksara.
Ramayulis,
Dkk, 2001, Pendidikan Islam Dalam Rumah Tangga, Jakarta: Kalam
Mulia.
Muhammad
Thalib, 2008, Ensiklopedi Keluarga Sakinah XIII, (Praktik Rasulullah
Mendidik Anak), Yogyakarta: Pro-U Media.
Athiyah
Muhammad. al-Abrasyi,1987, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Terj.
Bustami A. Ghani, Jakarta: Bulan Bintang.
Salam.
Lubis, Keluarga Sakinah, Surabaya: Terbit Terang.
al-Ghazali.
Muhammad Abud Ahmadi, 1979, Ihya’Ulumuddin, Terj. Ismail Ya’qub
Semarang: Faizan,
TANGGUNG JAWAB PENDIDIKAN DALAM
ISLAM
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas dari
Bapak Drs. H. Dudung
Disusun Oleh:
Adindya Putri 122121123
Rusli Nabih Berri 122121126
Neng Venna Melinda 122121125
UNIVERSITAS
SILIWANGI
TASIKMALAYA
2012
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah swt., yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah berjudul, “Tanggung Jawab Pendidikan Dalam Islam.”
Makalah
ini disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu Tugas Dari Bapak. Drs. H.
Dudung
Penulis menyadari bahwa selama
penyusunan makalah ini tidak lepas dari
bantuan berbagai fihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan Makalah ini.
Akhir
kata penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi
penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Aamiin.
Tasikmalaya, Oktober 2012
Penulis
PENDAHULUAN
i
|
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................. ..i
DAFTAR ISI............................................................................................ ..ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang.......................................................................... 1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Orang Tua dan Keluarga............................................................ 2
B. Mu’allim (Sekolah dan Guru)..................................................... 6
C. Masyarakat................................................................................ 10
D. Pemerintah................................................................................ 11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................... .14
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 15
ii
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar